Senin, 02 Mei 2011

Berjasa, Namun Tidak Dikenal. Siapakah???

Berawal dari tugas Teknik Keselamatan Lingkungan, berakhir dengan sebuah karya untuk Indonesia, untuk Dunia, dan ini karya kedua setelah paper dan presetasi yang memang harus dikumpulkan...
Kesempatan untuk mengevaluasi tentang Tempat Pembuangan Sampah datang ketika secara sengaja saya diberi tugas oleh dosen saya untuk mengevaluasi TPA Piyungan. Minggu yang sangat sibuk, selain tugas-tugas kuliah yang selalu datang setiap hari, masih ada banyak tugas lain yang ingin saya kerjakan mulai dari hibah penelitian, tugas organisasi dan beberapa kerja sambilan membuat saya sedikit mengesampingkan tugas ini beberapa saat. Dan pada akhirnya, Rabu 20 April 2011, saya mengunjungi TPA Piyungan. Horeeeee (haha geje)
TPA Piyungan berjarak sekitar 30 Km dari pusat kota Jogja (UGM), menuju ke arah Kids Fun kemudian masuk ke arah selatan sejauh kurang lebih 5 km. Sehingga kalau ditempuh dengan motor kurang lebih sekitar 30 menit. Pemandangan selama perjalanan cukup bagus, karena TPA Piyungan ada di daerah pegunungan kidul, jadi masih banyak pohon dan masih rindang cuma jalannya jelek, mungkin karena terlampau sering dilalui truk-truk pengangkut sampah. Sesampainya disana, penulis heran. " TPA kok gag bau ya???"

Sekilas Tentang TPA Piyungan

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kota Yogyakarta terletak di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang kemudian dikenal sebagai TPA Piyungan. Pembangunan TPA ini dilakukan pada tahun 1992 dan mulai dioperasikan tahun 1995 di atas tanah seluas 12 hektar dengan kapasitas 2,7 juta meter kubik sampah, masa pakai diperkirakan mencapai 10 (sepuluh) tahun. TPA Piyungan ini menjadi salah satu ‘penyelamat’ Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menampung sampah sebanyak 350-400 ton per-harinya.

TPA Piyungan Saat Ini

TPA Piyungan yang memiliki luas kurang lebih 12 hektare ini, sekarang sudah mencapai 80% kapasitas penyimpanannya. TPA Piyungan memiliki 3 zona yang digunakan dalam penimbunan tanah, yakni zona 1 dengan luas 3000m2 dengan kedalaman kurang lebih 20 meter yang sudah berhenti menampung sampah sejak tahun 2002, zona 2 dengan luas yang hampir sama yakni 3000 m2 dengan kedalaman 15 meter yang sudah penuh sejak tahun 2008 dan zona tiga yang masih mampu menampung sampah. Diperkirakan TPA Piyungan akan penuh pada tahun 2012. Rencana kedepan TPA Piyungan akan diperluas wilayahnya hingga sebanyak 12 hektar. Rencananya, lahan baru yang akan dijadikan lahan perluasan TPA tersebut,berdekatan dengan lokasi TPA Piyungan sekarang yakni di Kecamatan Pleret,Bantul.

Dari Survey yang pernah dilakukan oleh Shimizu dan BPPT, didapatkan hasil komposisi sampah yang terdapat di TPA Piyungan

KOMPONEN

KOMPOSISI (%)

Dapat Dikomposkan

sisa makanan

9.88

sayuran

7.22

buah-buahan

12.20

halaman/ taman

23.33

makanan binatang

3.36

lain-lain

21.37

Sub Total

77.36

Tidak Dapat dikomposkan

kertas

5.65

plastik

9.96

kayu

0.72

kain

2.20

pamper

2.37

karet

0.32

logam

0.19

gelas

0.34

tulang dan bulu

0.72

lainnya

0.16

sub total

22.63

GRAND TOTAL

100

Fasilitas TPA Piyungan

Untuk mendukung kegunaannya sebagai Tempat Pembuangan Akhir, TPA Piyungan memiliki beberapa fasilitas pendukung, antara lain:

1. Pos Pantau 8. Jembatan Timbang

2. Kantor Pengelola 9. Sumur Pantau 1,2,3,4,5, dan 6

3. Garasi 10. Barak Komposting

4. Bengkel Workshop 11. Pipa Gas

5. Reservoir Air Bersih 12. Dermaga Sampah

6. Pengelolaan Lindi 13. Pagar Keliling

7. Drainase Keliling 14. Alat Berat

Sistem Pengolahan Limbah di TPA Piyungan

TPA Piyungan dinilai masih minim dalam pengolahan limbah. Sejak berdiri pada tahun 1995, TPA Piyungan menggunakan sistem landfill, jadi semua sampah yang terkumpul disana sebagian besar ditimbun begitu saja, tanpa adanya pengolahan lebih lanjut untuk memanfaatkan sampah. Hanya terdapat 8.95% dari total sampah yang di daur ulang dan terdapat 0.7% dari total sampah yang dimakan oleh ratusan ternak sapi,kambing dan ayam yang tersebar di TPA ini.

Secara sepintas, metode landfill relatif mudah dilakukan dan bisa menampung sampah dalam jumlah besar. Akan tetapi, anggapan ini kurang tepat karena jika tidak dilakukan secara benar, landfill dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan. Masalah utama yang sering timbul adalah bau dan pencemaran air lindi (leachate) yang dihasilkan. Selain itu, gas metana yang dihasilkan oleh landfill dan tidak dimanfaatkan akan menyebabkan efek pemanasan global. Jika termampatkan di dalam tanah, gas metana bisa meledak. Oleh sebab itu, dalam sistem landfill yang baik diperlukan adanya unit pengolahan air lindi dan unit pengolahan biogas.

A. Air Lindi

Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Jika tidak ditangani dengan baik, air lindi dapat menyerap dalam tanah sekitar landfill kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar landfill.

Sejauh ini tidak ada pengolahan air lindi di TPA Piyungan, air lindi yang selalu ‘melimpah’ dikala musim hujan datang hanya di tampung dalam 7 kolam penampungan ukuran 7 x 12 meter dengan kedalaman 3 meter. Air lindi benar-benar hanya ditampung dan tidak bisa dimanfaatkan, sehingga apabila kolam sudah tidak mampu menampung air lindi lagi, maka air lindi akan terbuang ke lingkungan.

Sebagai alat kontrol pencemaran air terhadap air lindi, terdapat 6 sumur pantau dengan letak yang beragam terhadap kolam air lindi, dimana air dari sumur pantau tersebut di teliti mengandung bahan apa saja, dan bagaimana tingkat keracunannya.

B. Pengolahan Biogas

Sejak 1995 beroperasi dengan menggunakan sistem landfill, TPA Piyungan dengan luas hampir 12 hektar memiliki potensi pengembangan biogas yang cukup besar. Sampah yang tertimbun dengan luas mencapai 12 hektar tersebut akan menghasilkan gas metana dalam proses peruraiannya. Gas metana yang dihasilkan ini,akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap alam apabila terbuang begitu saja, padahal gas metana ini berpotensi untuk digunakan sebagai sumber energi.

Pada akhir tahun 2007, PT Shimizu bersama PT Chogoku menyatakan berminat menjadi investor pengelola sampah di Tempat Pembuangan Akhir Piyungan, Bantul. Perusahaan asal Jepang ini berencana mendirikan pabrik dengan kontrak kerja tujuh tahun. Manager PT Shimizu Indonesia Mori Suewu, mewakili dua perusahaan tersebut, mengaku tertarik akan potensi gas metan dari sampah di TPA. Selain metan, sampah akan diolah menjadi kompos.

Gas metan digunakan sebagai alternatif sumber daya listrik dan bahan bakar. Selain mengambil potensi gas metan-yang tergolong gas beracun-dan membuat kompos, sisa sampah-sampah organik akan diolah menjadi biomasa, bahan bakar alternatif. Berdasarkan perhitungan Shimizu, potensi gas metana yang bisa ditangkap hingga 2012 mencapai 4.219 ton. Pada tahun 2019 atau 2021 mendatang diperkirakan 512.310 ton. Tenaga listrik dapat menghasilkan 1-2 megawatt.

Menurut rencana, instalasi penangkap gas metana untuk pembangkit listrik di TPA Piyungan ditargetkan terealisasi 2010. Namun hingga sekarang, berdasarkan informasi di lapangan, belum ada tindak lanjut dari proyek ini secara nyata.

C. Usaha lain

Untuk mengatasi masalah tentang volume sampah yang terus bertambah, dilakukan beberapa solusi lain yang diharapkan memberi sebuah jawaban atas permasalahan tersebut. Salah satunya adalah dilakukan pembuatan kompos, namun pembuatan kompos masih dalam kapasitas yang kecil. Dan kompos yang dihasilkan hanya digunakan untuk penghijauan daerah sekitar TPA Piyungan. Selain itu, beberapa sampah dikumpulkan oleh beberapa pengumpul yang beradadi sekitar TPA Piyungan untuk didaur ulang kembali

Masalah-Masalah Yang dihadapi

Sejak mulai beroperasi pada tahun 1995, ada berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pengelola TPA Piyungan, hingga saat ini ada beberapa permasalahan yang mampu di atasi dan beberapa lagi masih menunggu solusi permasalahannya. Permasalahan yang dihadapi oleh TPA Piyungan, antara lain:

  1. Pengolahan air lindi

Sejak berdiri pada tahun 1995, air lindi yang menjadi produk samping dari pengolahan limbah sampah secara landfill hanya ditampung oleh kolam-kolam yang berada di dekat zona landfill. Ketika awal berdiri, hanya terdapat 2 buah kolam dengan ukuran 7 X 12 meter dengan kedalaman kurang lebih 3 meter. Karena jumlah sampah yang terus bertambah, maka volume air lindi juga terus bertambah, dan saat ini terdapat 7 kolam air lindi sebagai penampung air lindi yang dihasilkan oleh TPA Piyungan.

Air lindi yang dihasilkan benar-benar hanya ditampung oleh kolam lindi, sehingga apabila curah air hujan tinggi maka akan ada banyak air lindi yang terbuang ke alam. Dalam pengelolaan air lindi, hanya terdapat aerosol yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan oksigen. Melihat keadaan ini, maka diperlukan langkah pasti untuk mengelola air lindi yang dihasilkan dari TPA Piyungan sebelum semakin mencemari lingkungan sekitar.

  1. Pengolahan Biogas

Sejak beroperasi pada tahun 1995, TPA Piyungan yang menggunakan sistem landfill memiliki potensi yang sangat besar untuk pengolahan biogas, karena dihasilkan begitu banyak gas metana akibat dari proses peruraian sampah-sampah yang ditimbun. Namun dengan berbagai permasalahan, pengolahan biogas ini tidak kunjung dilakukan sehingga gas metana yang dihasilkan dibuang begitu saja lewat pipa-pipa ke udara bebas dan berpotensi sebagai gas efek rumah kaca. Langkah tersebut dinilai menjadi langkah yang paling tepat, karena apabila gas metana yang dihasilkan tidak diberi jalan keluar ke udara bebas, maka memiliki potensi meledak.

  1. Lahan yang terus berkurang

Sejak tahun 1995 beroperasi dengan luas wilayah total mencapai 12 hektar, sudah sekitar 80% bagian penuh dengan sampah dan tidak mampu lagi menampung sampah yang terus berdatangan dari kota Yogyakarta, Bantul dan Sleman.

  1. Ternak yang terus berdatangan

Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2009 ada sebanyak 827 ekor sapi yang mencari makan di TPA Piyungan. Hal ini menimbulkan beberapa dampak, baik negatif maupun positif.

Solusi Permasalahan TPA Piyungan

1. Pengolahan air lindi

Air lindi yang dihasilkan dari TPA Piyungan harus segera diolah sebelum terlalu mencemari lingkungan. Dari data yang diperoleh, diperlukan cara-cara untuk mengurangi berbagai macam kadar logam, serta mengurangi nilai BOD dan COD sehingga air sudah cukup aman untuk dibuang ke lingkungan.

2. Pengolahan Biogas

Biogas yang dihasilkan harus segera diolah. Proyek PLTS dari Shimizu harus diperjuangkan supaya bisa terlaksana dalam waktu dekat.

3. Perluasan Lahan

Perluasan lahan sebanyak 12 hektar seharusnya segera dilakukan karena volume sampah masuk yang terus meningkat. Perluasan lahan tidak boleh hanya berbentuk landfill, tetapi harus ada bagian-bagian untuk mengolah sampah, terutama pengolahan air lindi dan pengolahan biogas.


  • Sejak beroperasi pada tahun 1995, 80 % tempat di TPA Piyungan atau sekitar 10 dari 12 hektar sudah penuh dengan sampah yang 'disimpan' dengan metode landfill hingga kedalaman 20 meter.
  • Setiap hari, sampah selalu berdatangan. volume sampah yang datang sebesar 350-400 ton perhari. Bisakah Anda membayangkan, seberapa besar itu???
  • TPA Piyungan menggunakan sistem landfill, atau bisa dikatakan bahwa TPA Piyungan adalah kuburan masal sampah. Sampah hanya ditumpuk, ditumpuk dan ditumpuk tanpa ada pengolahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar